Sabtu, 13 Desember 2008

UNDANG UNDANG LALU LINTAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1992
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan
perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat
hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa transportasi di jalan sebagai salah satu modal transportasi tidak dapat dipisahkan
dari modal-modal transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang
dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan, mempunyai karakteristik
yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan modal
transportasi lainnya, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya
sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang,
pendorong, dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan
rakyat;
c. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur lalu lintas dan angkutan jalan yang
ada pada saat ini tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi;
d. bahwa untuk meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutanjalan
sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia serta agar
lebih berhasilguna dan berdaya guna dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai
lalu lintas dan angkutan jalan dalam Undang-undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186);
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;
2. Angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain
dengan menggunakan kendaraan;
3. Jaringan transportasi jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang
dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan
untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan;
4. Jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
5. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan
orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan
umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi;
6. Kendaraan adalah satu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor
atau kendaraan tidak bermotor;
7. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada
pada kendaraan itu;
8. Perusahaan angkutan umum adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang
dan/atau barang dengan kendaraan umum di jalan;
9. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan
oleh umum dengan dipungut bayaran;
10. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa
angkutan, baik untuk angkutan orang maupun barang.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Transportasi jalan sebagai salah satu modal transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan
asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan
umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri.
Pasal 3
Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan
jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu
memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk
menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan
penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 4
(1) Lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh
pemerintah.
(2) Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan berdasarkan ketentuan
dalam Undang-undang ini.
Pasal 5
(1) Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan
lalu lintas dan angkutan jalan dalam keseluruhan modal transportasi secara terpadu
dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PRASARANA
Bagian Pertama
Jaringan Transportasi Jalan
Pasal 6
(1) Untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu dengan modal transportasi
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan jaringan transportasi jalan yang
menghubungkan seluruh wilayah tanah air.
(2) Penetapan jaringan transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan
pada kebutuhan transportasi, fungsi, peranan, kapasitas lalu lintas, dan kelas jalan.
Bagian Kedua
Kelas Jalan dan Penggunaan Jalan
Pasal 7
(1) Untuk pengaturan penggunaan jalan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi
dalam beberapa kelas.
(2) Pengaturan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan
bagi pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi dengan :
a. rambu-rambu;
b. marka jalan;
c. alat pemberi isyarat lalu lintas;
d. alat pengendali dan alat pengaman pemakai jalan;
e. alat pengawasan dan pengamanan jalan;
f. fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan
di luar jalan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Terminal
Pasal 9
(1) Untuk menunjang kelancaran mobilitas orang maupun arus barang dan untuk
terlaksananya keterpaduan intra dan antar modal secara lancar dan tertib, di tempattempat
tertentu dapat dibangun dan diselenggarakan terminal.
(2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh
pemerintah dan dapat mengikutsertakan badan hukum Indonesia.
(3) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
pemerintah.
(4) Ketentuan mengenai pembangunan dan penyelenggaraan terminal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 10
(1) Pada terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat dilakukan kegiatan
usaha penunjang.
(2) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh
badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Fasilitas Parkir Untuk Umum
Pasal 11
(1) Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan dapat diadakan fasilitas parkir untuk umum.
(2) Fasilitas parkir untuk umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan
oleh Pemerintah, badan hukum Indonesia, atau warga negara Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai fasilitas parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
KENDARAAN
Bagian Pertama
Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor
Pasal 12
(1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus sesuai dengan
peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta sesuai dengan kelas
jalan yang dilalui.
(2) Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus
yang dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri serta diimpor, harus sesuai dengan
peruntukan dan kelas jalan yang akan dilaluinya serta wajib memenuhi persyaratan teknis
dan laik jalan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengujian Kendaraan Bermotor
Pasal 13
(1) Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus
yang dioperasikan di jalan wajib diuji.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi uji tipe dan/atau uji berkala.
(3) Kendaraan yang dinyatakan lulus uji sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan
tanda bukti.
(4) Persyaratan, tata cara pengujian, masa berlaku, dan pemberian tanda bukti sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendaftaran Kendaraan Bermotor
Pasal 14
(1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib didaftarkan.
(2) Sebagai tanda bukti pendaftaran diberikan bukti pendaftaran kendaraan bermotor.
(3) Syarat-syarat dan tata cara pendaftaran, bentuk dan jenis tanda bukti pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Bengkel Umum Kendaraan Bermotor
Pasal 15
(1) Agar kendaraan bermotor tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, dapat
diselenggarakan bengkel umum kendaraan bermotor.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
Pasal 16
(1) Untuk keselamatan, keamanan, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan, dapat
dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan.
(2) Pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. pemeriksaan persyaratan teknis dan laik jalan;
b. pemeriksaan tanda bukti lulus uji, surat tanda bukti pendaftaran atau surat tanda
coba kendaraan bermotor, dan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, Pasal 14, Pasal 18, dan lain-lain yang diperlukan.
(3) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Persyaratan Kendaraan Tidak Bermotor
Pasal 17
(1) Setiap kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan di jalan wajib memenuhi persyaratan
keselamatan.
(2) Persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PENGEMUDI
Bagian Pertama
Persyaratan Pengemudi
Pasal 18
(1) Setiap pengemudi kendaraan bermotor, wajib memiliki surat izin mengemudi.
(2) Penggolongan, persyaratan, masa berlaku, dan tata cara memperoleh surat izin
mengemudi, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Untuk mendapatkan surat izin mengemudi yang pertama kali pada setiap golongan, calon
pengemudi wajib mengikuti ujian mengemudi, setelah memperoleh pendidikan dan latihan
mengemudi.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pergantian Pengemudi
Pasal 20
(1) Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan, perusahaan angkutan
umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi
pengemudi.
(2) Ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
LALU LINTAS
Bagian Pertama
Tata Cara Berlalu Lintas
Pasal 21
(1) Tata cara berlalu lintas di jalan adalah dengan mengambil jalur jalan sebelah kiri.
(2) Dalam keadaan tertentu dapat ditetapkan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(3) Persyaratan dan tata cara untuk melakukan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Untuk keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan
ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai:
(2) rekayasa dan manajemen lalu lintas;
a. gerakan lalu lintas kendaraan bermotor;
b. berhenti dan parkir;
c. penggunaan peralatan dan perlengkapan kendaraan bermotor yang diharuskan,
peringatan dengan bunyi dan sinar;
d. tata cara menggiring hewan dan penggunaan kendaraan tidak bermotor di jalan;
e. tata cara penetapan kecepatan maksimum dan/atau minimum kendaraan bermotor;
f. perilaku pengemudi terhadap pejalan kaki;
g. penetapan muatan sumbu kurang dari muatan sumbu terberat yang diizinkan;
h. tata cara mengangkut orang dan/atau barang serta penggandengan dan
penempelan dengan kendaraan lain;
i. penetapan larangan penggunaan jalan;
j. penunjukan lokasi, pembuatan dan pemeliharaan tempat pemberhentian untuk
kendaraan umum.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan,
wajib :
a. mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar;
b. mengutamakan keselamatan pejalan kaki;
c. menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda
coba kendaraan bermotor, surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji, atau
tanda bukti lain yang sah, dalam hal dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16;
d. mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat
pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu
lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor,
penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan
maksimum dan/atau minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara
penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain;
e. memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau
lebih, dan mempergunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua
atau bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak
dilengkapi dengan rumah-rumah.
(2) Penumpang kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang duduk di samping
pengemudi wajib memakai sabuk keselamatan, dan bagi penumpang kendaraan bermotor
roda dua atau kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan
rumah-rumah wajib memakai helm.
Pasal 24
(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan di
jalan, setiap orang yang menggunakan jalan, wajib :
a. berperilaku tertib dengan mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan
kebebasan atau keselamatan lalu lintas, atau yang dapat menimbulkan kerusakan
jalan dan bangunan di jalan,
b. menempatkan kendaraan atau benda-benda lainnya di jalan sesuai dengan
peruntukannya.
(2) Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan berikut
muatannya yang ditinggalkan di jalan.
Bagian Kedua
Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas
Pasal 25
(1) Penggunaan jalan untuk keperluan tertentu di luar fungsi sebagai jalan, dan
penyelenggaraan kegiatan dengan menggunakan jalan yang patut diduga dapat
mengganggu keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh izin.
(2) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pejalan Kaki
Pasal 26
(1) Pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat
penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Kecelakaan Lalu Lintas
Pasal 27
(1) Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas, wajib :
a. menghentikan kendaraannya;
b. menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;
c. melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia
terdekat.
(2) Apabila pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh
karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a dan b, kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan diri kepada
pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat.
Pasal 28
Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang
dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga, yang timbul karena kelalaian atau kesalahan
pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor.
Pasal 29
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak berlaku dalam hal:
a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan;
b. disebabkan perilaku korban sendiri atau pihak ketiga;
c. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Pasal 30
(1) Setiap pengemudi, pemilik, dan/atau pengusaha angkutan umum bertanggung jawab
terhadap kerusakan jalan dan jembatan atau fasilitas lalu lintas yang merupakan bagian
dari jalan itu yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor yang dioperasikannya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal adanya keadaan
memaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a.
Pasal 31
(1) Apabila korban meninggal, pengemudi dan/atau pemilik dan/atau pengusaha angkutan
umum wajib memberi bantuan kepada ahli waris dari korban berupa biaya pengobatan
dan/atau biaya pemakaman.
(2) Apabila terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban, bantuan yang diberikan
kepada korban berupa biaya pengobatan.
Bagian Kelima
Asuransi
Pasal 32
(1) Setiap kendaraan umum wajib diasuransikan terhadap kendaraan itu sendiri maupun
terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian kendaraan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 33
(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakannya sebagai
awak kendaraan terhadap risiko terjadinya kecelakaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
ANGKUTAN
Bagian Pertama
Angkutan Orang dan Barang
Pasal 34
(1) Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan kendaraan
bermotor untuk penumpang.
(2) Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan kendaraan
bermotor untuk barang.
(3) Dalam keadaan tertentu dapat diberikan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) yang persyaratannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang dengan memungut pembayaran hanya dilakukan
dengan kendaraan umum.
Bagian Kedua
Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum
Pasal 36
Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari:
a. angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain;
b. angkutan kota yang merupakan pemindahan orang dalam wilayah kota;
c. angkutan pedesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan/ atau antar wilayah
pedesaan;
d. angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas batas
negara lain.
Pasal 37
(1) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36, dapat dilaksanakan dengan trayek tetap dan teratur atau tidak dalam trayek.
(2) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dalam jaringan trayek.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Pengangkutan orang dengan kendaraan umum untuk keperluan pariwisata, dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Persyaratan dan tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Angkutan Barang dengan Kendaraan Umum
Pasal 39
(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan,
dapat ditetapkan jaringan lintas angkutan barang yang dapat dilayani dengan kendaraan
bermotor barang tertentu.
(2) Persyaratan dan tata cara penetapan jaringan lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
Pengangkutan bahan berbahaya, barang khusus, peti kemas, dan alat berat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengusahaan
Pasal 41
(1) Usaha angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum, dapat dilakukan oleh
badan hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia.
(2) Usaha angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dilakukan berdasarkan izin,
(3) Jenis, persyaratan, dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Tarif
Pasal 42
Struktur dan golongan tarif angkutan dengan kendaraan umum, ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Keenam
Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 43
(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang, setelah
disepakatinya perjanjian pengangkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan
oleh penumpang dan/atau pengirim barang.
(2) Karcis penumpang atau surat angkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadinya
perjanjian angkutan dan pembayaran biaya angkutan.
Pasal 44
Pengusaha angkutan umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh
penumpang dan/atau pengirim barang, jika terjadi pembatalan pemberangkatan kendaraan
umum.
Pasal 45
(1) Pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena kelalaiannya dalam melaksanakan
pelayanan angkutan.
(2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah sebesar kerugian yang
secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga.
(3) Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap penumpang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan
pengangkutan yang telah disepakati.
(4) Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap pemilik barang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dimulai sejak diterimanya barang yang akan diangkut sampai
diserahkannya barang kepada pengirim dan/atau penerima barang.
Pasal 46
(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 47
Pengemudi kendaraan umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut
pada tempat pemberhentian terdekat, apabila ternyata penumpang dan/atau barang yang
diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.
Pasal 48
(1) Pengusaha angkutan umum dapat mengenakan tambahan biaya penyimpanan barang
kepada pengirim dan/atau penerima barang yang tidak mengambil barangnya, di tempat
tujuan dan dalam waktu yang telah disepakati.
(2) Pengirim dan/atau penerima barang hanya dapat mengambil barang setelah biaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilunasi.
(3) Barang yang tidak diambil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih dari waktu tertentu,
dinyatakan sebagai barang tak bertuan dan dapat dijual secara lelang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN BAGI PENDERITA CACAT
Pasal 49
(1) Penderita cacat berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dalam bidang
lalu lintas dan angkutan jalan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB X
DAMPAK LINGKUNGAN
Pasal 50
(1) Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang
dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib
memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan.
(2) Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor,
wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PENYERAHAN URUSAN
Pasal 51
(1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintahan dalam bidang lalu lintas
dan angkutan jalan kepada Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 52
Pemeriksaan terhadap kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, atau
penyidikan terhadap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, tidak disertai dengan
penyitaan kendaraan bermotor dan/atau surat tanda nomor kendaraan bermotor, kecuali dalam
hal:
a. kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk
melakukan tindak pidana;
b. pelanggaran lalu lintas tersebut mengakibatkan meninggalnya orang;
c. pengemudi tidak dapat menunjukkan tanda bukti lulus uji kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
d. pengemudi tidak dapat menunjukkan surat tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2);
e. pengemudi tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1).
Pasal 53
(1) Selain pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkenaan dengan pemenuhan
persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor;
b. melarang atau menunda pengoperasian kendaraan bermotor yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari pengemudi, pemilik kendaraan, atau
pengusaha angkutan umum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut
persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.
d. melakukan penyitaan tanda uji kendaraan yang tidak sah;
e. melakukan pemeriksaan terhadap perizinan angkutan umum di terminal;
f. melakukan pemeriksaan terhadap berat kendaraan beserta muatannya;
g. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak
pidana yang menyangkut persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor serta
perizinan angkutan umum.
(3) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dalam ayat (1) dan ayat (2), dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, atau tidak sesuai dengan
kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.0000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa memasukkan ke dalam wilayah Indonesia atau membuat atau merakit kendaraan
bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang akan dioperasikan di
dalam negeri yang tidak sesuai dengan peruntukan, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan
laik jalan, atau tidak sesuai dengan kelas jalan yang akan dilaluinya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda
setinggi- tingginya Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah).
Pasal 56
(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan
dan kendaraan khusus di jalan tanpa dilengkapi dengan tanda bukti lulus uji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
(2) Apabila kendaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak memiliki tanda
bukti lulus uji, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).
Pasal 57
(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak didaftarkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).
(2) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor tanpa dilengkapi dengan surat tanda
nomor kendaraan bermotor, atau tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Pasal 58
Barang siapa mengemudikan kendaraan tidak bermotor di jalan yang tidak memenuhi
persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau denda setinggi-tingginya Rp. 250.000,- (dua ratus
lima puluh ribu rupiah).
Pasal 59
(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat menunjukkan surat izin
mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,- (dua juta
rupiah).
(2) Apabila pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak memiliki surat
izin mengemudi, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).
Pasal 60
(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dalam keadaan tidak mampu
mengemudikan kendaraan dengan wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya
Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
(2) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak mengutamakan
keselamatan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 61
(1) Barang siapa melanggar ketentuan mengenai rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi
isyarat lalu lintas, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, peringatan dengan bunyi dan
sinar, kecepatan maksimum atau minimum dan tata cara penggandengan dan penempelan
dengan kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2) Barang siapa tidak menggunakan sabuk keselamatan pada waktu mengemudikan
kendaraan bermotor roda empat atau lebih, atau tidak menggunakan helm pada waktu
mengemudikan kendaraan bermotor roda dua atau pada waktu mengemudikan kendaraan
bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf e, dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(3) Barang siapa tidak memakai sabuk keselamatan pada waktu duduk di samping pengemudi
kendaraan bermotor roda empat atau lebih, atau tidak memakai helm pada waktu
menumpang kendaraan bermotor roda dua, atau menumpang kendaraan bermotor roda
empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 62
Barang siapa menggunakan jalan di luar fungsi sebagai jalan, atau menyelenggarakan kegiatan
dengan menggunakan jalan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah).
Pasal 63
Barang siapa terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas pada waktu mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan dan tidak menghentikan kendaraannya, tidak menolong orang yang menjadi
korban kecelakaan, dan tidak melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara
Republik Indonesia terdekat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,-
(enam juta rupiah).
Pasal 64
Barang siapa tidak mengasuransikan kendaraan bermotor yang digunakan sebagai kendaraan
umum, baik terhadap kendaraan itu sendiri maupun terhadap kemungkinan kerugian yang akan
diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian kendaraannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 65
Barang siapa tidak mengasuransikan orang yang dipekerjakannya sebagai awak kendaraan
terhadap risiko terjadinya kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga
juta rupiah).
Pasal 66
Barang siapa melakukan usaha angkutan wisata sebagaimana dimaksud Pasal 38, atau
melakukan usaha angkutan orang dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(2) tanpa izin, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya
Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 67
Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang
batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)
dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggitingginya
Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Pasal 68
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58,
Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67
adalah pelanggaran.
Pasal 69
Jika seseorang melakukan lagi pelanggaran yang sama dengan pelanggaran pertama sebelum
lewat jangka waktu satu tahun sejak tanggal putusan pengadilan atas pelanggaran pertama yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pidana yang dijatuhkan terhadap pelanggaran
yang kedua ditambah dengan sepertiga dari pidana kurungan pokoknya atau bila dikenakan
denda dapat ditambah dengan setengah dari pidana denda yang diancamkan untuk pelanggaran
yang bersangkutan.
Pasal 70
(1) Surat izin mengemudi dapat dicabut untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila dilakukan:
a. pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dan huruf b,
Pasal 24 ayat (1) huruf a, pasal 27 ayat (1);
b. tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359, Pasal 360, Pasal
406, Pasal 408, Pasal 409, Pasal 410, dan pasal 492 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, dengan menggunakan kendaraan bermotor.
(2) Surat izin mengemudi dapat dicabut untuk paling lama 2 (dua) tahun dalam hal seseorang
melakukan lagi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak tanggal putusan Pengadilan atas pelanggaran terdahulu yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 71
Dengan Peraturan Pemerintah diatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan mengenai:
1. kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
2. Penggunaan jalan untuk kelancaran:
a. pengantaran jenazah;
b. kendaraan pemadam kebakaran yang melaksanakan tugas ke tempat kebakaran;
c. kendaraan Kepala Negara atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara;
d. ambulans mengangkut orang sakit;
e. konvoi, pawai, kendaraan orang cacat,
f. kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut
barang-barang khusus.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Pada tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan Undangundang
Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara
Tahun 1965 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742) dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undangundang
ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 74
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 49

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda