Jumat, 26 Desember 2008

D'Masiv - Merindukanmu


[intro] C Cmaj7 F

C Cmaj7 F
saat aku tertawa di atas semua
C Cmaj7 F
saat aku menangisi kesedihanku

Am G F
aku ingin engkau selalu ada
Am G F G
aku ingin engkau aku kenang

F Em
selama aku masih bisa bernafas
Dm G
masih sanggup berjalan
C
kan slalu memujamu
F
meski ku tak tau lagi
Em A
engkau ada di mana
Dm G
dengarkan aku ku merindukanmu

C

C Cmaj7 F
saat aku mencoba merubah sgalanya
C Cmaj7 F
saat aku meratapi kekalahanku

[interlude] Am G F G

Am Dm
F G C
dengarkan aku ku merindukanmu

Kamis, 25 Desember 2008

SELAMAT HARI NATAL 2008 DAN TAHUN BARU 2009

SMOGA MENJADIKAN SEMANGAT HIDUP DAN HIDUP YANG SEMANGAT UNTUK YANG MERAYAKANNYA



Lelaki tanpa ampun

Rintik detik perlahan merayap meninggalkan masa silam
bergerak bergetar seiring kepakan jemari waktu
berkumpul pada suatu masa yang tak pernah hinggap
dalam dunia lamunan
Kepal sejuntai semangat seakan remuk redam
ketika semasa harapan kian suram ditepis
keadaan
Terkapar pada sebuah tonggak yang terjal
menghadang menghentikan langkah kedua mata
hmmmm.....bagaimana bila semua harus sirna????
tanpa maaf semua berjalan begitu saja
yang hilang entah kemana
tak pernah jua bersua
yang datang menerjang memburit luka
yang tak pernah jua berkurang rasanya
Begitu keraskah hati seorang lelaki kerdil ini
di tengah cakrawala yang semakin beruban.........


Senin, 22 Desember 2008

Beranda senja

Sejenak tertergun di ambang raga
tertawan lamunan nan remang
Sementara gejolak dalam hati
kian menantang hari yang tak lagi berarti
Semerbak bunga jiwa kian samar
ketika kesejukan hari - hari tertambat pada
dinding nestapa
Hari makin senja dan dunia makin lelah bekerja
sejenak kita harus mengintip....
betapa kita tak lagi muda


Riak dalam kenangan

Sejenak berangan....menatap masa depan
menggulingkan segenap rasa di masa silam
namun jauh...

akankah sejengkal harapan yang tersirat
dalam sanubari ini...mampu menepis semua
keraguan....

Bimbang meraja...menggelitik hasrat
meremukkan rasa semangat yang pernah
hinggap......

oh....hari semakin gelap...namun rasa panas
yang membara kenapa tak jua sirna

akankah kedua kaki ini...mampu menopang
kehidupan yang tak lagi dapat terbayangkan...


Rabu, 17 Desember 2008

SALATIGA

Prasasti Plumpungan

Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm, lebar 160 cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan.

Berdasarkan Prasasti yang beradadi Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, kecamatan Sidorejo itu, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, yang pada saat itu merupakan wilayah Perdikan.

Sejarawan yang sekaligus ahli epigraf Dr J G de Casparis mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof Dr R Ng Poerbatjaraka. Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tetang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra, yang kini bernama Salatiga. Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan.

Perdikan berarti suatu daerah dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu. Dasar pemberian daerah perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja.

Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Srir Astu Swasti Prajabyah yang berarti ”Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian.”

Sejarawan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa dan Kabupaten Boyolali.

Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan. Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No 15 tahun 1995 maka ditetapkan hari jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.



Sejarah Kota Salatiga

Peristiwa yang terjadi di Salatiga pada tahun tersebut sangat erat hubungannya dengan apa yang terjadi di Keraton Kartasura.
Pada masa itu yang bertahta di Kartasura adalah Paku Buwono II. Beliau mempunyai beberapa saudara, antara lain bernama Pangeran Arya Mangkunegoro, yang kemudian di buang ke Afrika Selatan oleh Kompeni dan wafat disana.
Sebelum di buang, beliau berputra seorang laki-laki yang di beri nama RM.Said (Pangeran Sambernyawa). Pada masa itu kekejaman Kompeni mencapai puncaknya. Para petani di peras dan di Batavia lebih kurang 10.000 orang Tionghoa di bantai karena tidak mampu dibebani pajak yang tinggi. Sebagian dari mereka yang hidup, melakukan perlawanan terhadap Kompeni dan lari ke Jawa Tengah.
Keadaan yang demikian menimbulkan keresahan rakyat dan para pemimpin dilingkungan Kerajaan Mataram. Para Bupati membakar semangat rakyatnya untuk berontak melawan Kompeni. Pemberontakan terhadap Kompeni tersebut dipelopori antara lain oleh Bupati Mengunoneng dari Pati, Bupati Martapura dari Grobogan dan Bupati dari Lasem yang bernama Martawijaya.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, RM.Said meninggalkan Keraton Kartasura menuju Desa Nglaroh, mengumpulkan pasukan permulaan yang berjumlah 40 orang dan melakukan serangan pada pos-pos Kompeni. Tindakan RM.Said diikuti oleh RM.Garendi, cucu Amangkurat III, raja yang di kudeta oleh Pakubuwono I. Ayah RM.Garendi yang bernama Pangeran Teposono terbunuh dalam suatu persekongkolan dan RM.Garendi lari kearah Grobogan dan Demak, membangun perlawanan terhadap Kompeni. Dengan demikian ada dua Pangeran yang keluar dari keraton dan mengadakan perlawanan terhadap kompeni pada saat itu yaitu, RM.Said dan RM.Garendi.
Laskar Cina pelarian dari Batavia di bawah pimpinan Kapiten Sepanjang bergabung dengan Laskar Cina lokal Jawa Tengah, di bawah pimpinan Sin She alias Tan Sin Ho.
Gabungan Laskar Cina ini bersatu dengan Laskar para bupati pemberontak di dalam melakukan perlawanan terhadap Kompeni.
Sunan Pakubuwono II pada mulanya mendukung perjuangan mereka. Benteng Salatiga diduduki oleh Pasukan Kartasura, dibawah pimpinan Patih Pringgalaya. Namun tidak beberapa lama pasukan dimaksud di tarik ke Kartasura untuk membendung bala tentara Kompeni yang mengancam Keraton Kartasura. Sebagai gantinya Salatiga di pertahankan oleh satu detasemen Laskar Cina yang didatangkan dari Semarang.
Kompeni merasa tidak senang atas berpihaknya PB.II kepada pemberontak dan mengeluarkan berbagai ancaman. Disebabkan Pringgalaya takut atas ancaman Kompeni yang demikian itu dan untuk membuktikan bahwa dia tidak bersekongkol dengan Laskar Cina, maka pada tahun 1741 ia memenggal kepala seorang juru tulis Tionghoa, yang bernama Gow Ham Ko di Salatiga. Kepala Gow Ham Ko oleh Patih Pringgoloyo diserahkan kepada Kompeni.
Hal ini membuat marah Patih Notokusumo, seseorang yang lebih senior dari Pringgalaya. Secara diam-diam dia memerintahkan semua pengikutnya untuk bergabung dengan pasukan Tionghoa dan pemberontak lainnya untuk menyerang kompeni di Semarang. Sayang, serangan terhadap kompeni yang di Semarang mengalami kegagalan. Pasukan pemberontak mundur dan Patih Notokusumo di tangkap Belanda.
Sebagian besar pasukan yang mundur bertahan didaerah Salatiga dengan pertahanan Kali Tuntang. Berbagai kekuatan pemberontak, seperti pasukan Pringgalaya berada di Kalicacing, Pasukan Kyai Mas Yudonegoro, seorang ulama dari Semarang berada di bagian timur dan pasukan Cina di sekitar Kali Tuntang.
Kekalahan pasukan pemberontak di Semarang membuat PB.II ragu dan akhirnya memutuskan berbalik berpihak pada kompeni. Ia memerintahkan pasukannya di bawah Pringgalaya menggempur para pemberontak. Menanggapi situasi demikian itu, para bupati pemberontak dan pimpinan laskar Tionghoa berkumpul untuk mengangkat RM.Garendi sebagai raja Mataram pada tanggal 6 April 1742. Mereka berikrar akan melawan kompeni sampai ajal tiba. Sasaran mereka merebut benteng kompeni di Kartasura.
Pertempuran pertama yang harus mereka hadapi ialah di Salatiga, dimana mereka harus berhadapan dengan Pringgalaya di Kalicacing yang sekarang berpihak pada VOC.
Setelah Salatiga jahtuh ketangan RM.Garendi, dengan mudah mereka merebut benteng kompeni di Kartasura dibawah Van Hohendorf. RM.Garendi di Kartasura bertemu dengan RM.Said yang selanjutnya keduanya bergabung melawan kompeni pada pertengahan 1742. Sementara itu Salatiga telah dikuasai oleh pasukan pemberontak yang terdiri dari laskar Cina, pasukan dibawah Kyai Mas Yudonegoro dan pasukan para bupati yang setia pada Patih Notokusumo.
Belanda merencanakan mengirim pasukan gerak cepat yang terdiri dari 300 prajurit Eropa dan 500 prajurit pribumi ke Salatiga, tapi mengalami kegagalan karena pasukan yang akan menjemput mereka sebelum memasuki Salatiga telah dipukul mundur ke Ampel.
Pada tanggal 19 Juni 1742 serangan besar-besaran akan dilancarkan ke kota Salatiga. Namun sebelum sampai tujuan, mereka ketakutan dan kembali ke Semarang, karena Kompeni melihat konsentrasi kekuatan pasukan Kyai Mas Yudonegoro.
Pasukan gabungan dari RM.Garendi atau Sunan Kuning terus melakukan perlawanan pada kompeni di seluruh wilayah Jawa Tengah. Kali ini yang menjadi sasaran adalah Tanjung, Jepara.
RM.Said bersama laskar Cina yang berkekuatan 800 orang bertempur melawan pasukan kompeni dibawah Kapten Mom di Welahan pada tanggal 24 Agustus 1742, namun pasukan ini karena kekuatan persenjataan yang tak seimbang terpaksa mundur. Sebagian diantaranya membuat pertahanan di Salatiga dan memasang barikade di Kali Tuntang. Pasukan kompeni dibawah Hohendorf gagal menembus barikade ini.
Ditempat ini komandan dan laskar Cina, yaitu Kapitan Sepanjang telah mengeksekusi anak buahnya yang bernama Swa Ting Giap karena mau menyeberang ke pihak Kompeni.
Sunan Kuning atau RM.Garendi beserta Laskar Cina, Kyai Mas Yudonegoro, Bupati Mangunnoneng, serta Bupati Martapura, melakukan serangan ke Salatiga dan memaksa Patih Pringgalaya yang sudah berbalik membantu Kompeni, mundur ke Tengaran, kemudian Ampel.
Pasukan RM.Garendi terus mengejar pasukan Kartasura dibawah Pringgalaya dan akhirnya menyerbu benteng Kompeni di Kartasura. Di tempat ini, RM.Garendi beserta Laskar Cina bersatu dengan RM.Said melakukan perlawanan terhadap Kompeni.
Pertempuran yang terjadi di Salatiga, mulai sejak pasukan Pringgalaya menyerbu benteng Kompeni sampai dengan insiden pembunuhan juru tulis Tionghoa dan juga pertempuran antara RM.Garendi beserta Laskar Cina menyerang pasukan Pringgalaya yang telah berbalik sebagai sekutu Kompeni, diceriterakan secara detail dalam Buku Babad Keraton dalam bentuk tembang.
Buku dengan huruf Jawa yang aslinya disimpan di British Library London, telah disalin dalam huruf Latin oleh Drs. I.W. Pantja Sunyata, Drs. Ignatius Supriyanto dan Prof. Dr. J.J. Ras.

Sejenak anganku

Tabir angan melayang.......merayap di suaka hati
melambai seiring hari....menatap jauh masa yang terhampar
takjub menyeringai memandang sekira kehidupan...
yang tak lagi mudah

mimpi...berangan....berkhayal
suatu pekerjaan yang melelahkan....
namun nan indah...membawa raga bertemu sukma

kerdil...senyap...remang
tak pasti...menghadapi gejolak hari nan tak menentu

Oh...Sang Hyang Widi...
tetapkan langkahku...menujumu
rangkaikan untukku...
Hari-hari nan indah,nan elok
agarku bisa merengkuh nikmat-MU

Rasaku tentangmu

Tabir indah bertaburan di taman gelora jiwa
semerbak rasa bunga berlarian di tepi parasnya
ribuan kupu - kupu berburu manis madu
berbaur menambah ceria suasana

bibir tipis nan syahdu terpancang di wajahmu
menambah elok paras indahmu
senyum nan rupawan galaukan tidurku
membawa terbang anganku menujumu

sepi hari hariku tanpamu
gamang hatiku menanti hadirnya kerling indah matamu
denganmu hidupku terasa berarti
kecup indahmu.....Bangunkan mimpiku

puisi buat bapakku

semerbak rasa bunga diapit hari....
yang bergulir merangkak menggapai senja
siksa galau hati semakin tak pasti...
membawa suasana berputar memeluk duka
Insan paruh baya bergelut dengan keringat...
mengais sesuap harapan demi buah hati
letih, sedih, lelah tak menghalangi....
semangat dan karyanya

Tebing jurang, gunung tak lagi menciutkan....
nyali dan harapannya.
Terik mentari menjadi cambuk diharinya
Seutas senyum manis masih tersungging di bibirnya...
meski hari - hari yang dia rasakan
tak lagi bersahabat

Sabtu, 13 Desember 2008

PP tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR .........TAHUN 2007

TENTANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU

PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika perlu diganti karena adanya penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika;

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3760);

Menetapkan

:

MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA.

Pasal 1

(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika meliputi penerimaan yang berasal dari:

a. Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi;

b. Penyelenggaraan Penyiaran;

c. Jasa Pendidikan dan Pelatihan;

d. Jasa Sewa Sarana dan Prasarana

(2) Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 2

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mempunyai tarif dalam bentuk satuan rupiah, dollar, dan persentase.

Pasal 3

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) pada Diklat Ahli Multi Media Yogyakarta untuk mahasiswa tertentu adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria mahasiswa tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Komunikasi dan Informatika

Pasal 4

Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa sewa sarana dan prasarana pada Diklat Ahli Multi Media Yogyakarta untuk kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi Pemerintah Pusat dan Daerah adalah sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari tarif sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 5

Kecuali diatur lain oleh Peraturan Perundang-undangan, seluruh penerimaan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib disetor langsung ke Kas Negara.

Pasal 6

Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio meliputi :

a. BHP untuk Izin Stasiun Radio (ISR); atau

b. Tarif izin penggunaan pita spektrum frekuensi radio, terdiri dari :

1) untuk wilayah jangkauan nasional, yaitu :

a) Biaya izin awal (up front fee); dan

b) Biaya pita spektrum frekuensi radio tahunan.

2) Untuk wilayah jangkauan regional, yaitu ;

a) Biaya izin awal (up front fee); dan

b) Biaya Hak penggunaan (BHP) Izin Stasiun Radio (ISR) tahunan.

Pasal 7

(1) Besarnya Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b.2). b) dihitung dengan fungsi dari lebar pita dan daya pancar dengan formula sebagai berikut:

BHP Frekuensi (Rupiah) = (lbxHDLPxb)+(lpxHDDPxp)

2

(2) Harga Dasar Lebar Pita (HDLP) dan Harga Dasar Daya Pancar (HDPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

(3) Indeks biaya pendudukan lebar pita (lb) dan indeks biaya daya pemancar frekuensi (lp) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang komunikasi dan informatika setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.

Pasal 8

(1) Tarif izin penggunaan pita spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf b ditetapkan melalui mekanisme seleksi, penawaran dan pemilihan dengan memperhatikan kewajaran dan kemampuan daya beli masyarakat;

(2) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan.

(3) Pungutan atas tarif penggunaan pita spektrum frekuensi radio dilaksanakan pada saat penerbitan izin penggunaan pita spektrum frekuensi radio.

(4) Izin penggunaan pita spectrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 9

(1) Lembaga penyiaran yang dikenakan biaya penyesuaian izin penyelenggaraan jasa penyiaran radio meliputi:

a. Lembaga Penyiaran Publik RRI;

b. Lembaga Penyiaran Publik Lokal yang telah ada dan beroperasi (Radio Siaran Pemerintah Daerah); dan

c. Lembaga Penyiaran swasta yang telah memiliki Izin Stasiun Radio dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

(2) Lembaga Penyiaran yang dikenakan biaya penyesuaian izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi meliputi:

a. Lembaga Penyiaran Publik TVRI;

b. Lembaga Penyiaran Swasta yang telah memiliki izin siaran nasional/izin prinsip dari Departemen Penerangan dan Izin Stasiun Radio dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi; dan

c. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang telah memiliki izin penyelenggaraan jasa televisi berbayar dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi dan/atau izin penyelenggaraan siaran televisi berlanggganan dari Departemen Penerangan.

(3) Lembaga Penyiaran jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi lain yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperlakukan sebagai pemohon baru.

Pasal 10

(1) Biaya penyesuaian izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) harus dibayar oleh lembaga penyiaran jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi setiap tahun.

(2) Besaran biaya penyesuaian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan besaran biaya perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran.

Pasal 11

Biaya izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi baru terdiri dari:

a. Izin prinsip penyelenggaraan penyiaran; dan

b. Izin tetap penyelenggaraan penyiaran.

Pasal 12

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi ditentukan berdasarkan zona.

(2) Zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang penyiaran.

Pasal 13

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4511) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR…


P E N J E L A S A N

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2007

TENTANG

TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU

PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

UMUM

Dengan adanya penyesuaian jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan informatika, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika.

Dengan maksud ini dan untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu menetapkan ketentuan tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika dengan Peraturan Pemerintah.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Yang dimaksud dengan Kas Negara adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud adalah Peraturan Perundang-undangan mengenai Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan :

b adalah lebar pita frekuensi yang digunakan;

p adalah besar daya pancar keluaran antena;

lb adalah indeks biaya pendudukan lebar pita;

lp adalah indeks biaya daya pemancaran frekuensi;

HDLP adalah harga dasar lebar pita;

HDDP adalah harga dasar daya pancar.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........................

Label:

PP tentang penetapan pensiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 2005
TENTANG PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor
69 Tahun 2005 tentang Penetapan Pensiun Pokok
Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya,
pensiun pokok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
34 Tahun 2003 setelah disesuaikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini ternyata terdapat penurunan penghasilan
pensiun atau kenaikan penghasilan pensiun kurang dari
15% (lima belas persen);
b. bahwa agar seluruh penerima pensiun mengalami
kenaikan penghasilan, maka dipandang perlu mengubah
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2005 tentang
Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
dan Janda/Dudanya.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun
Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2906);
3. Undang-Undang . . .
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3890);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 151);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2005 tentang
Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
dan Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 154);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 2005
TENTANG PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA.
Pasal I
Ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 2005 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan
Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 154), diubah sebagai
berikut :
Pasal 3 ...
- 3 -
Pasal 3
(1) Bagi pensiun Pegawai Negeri Sipil, pensiun Janda/Duda
Pegawai Negeri Sipil, pensiun yang diterimakan kepada
anak, bagian pensiun janda/anak (anak-anak) dan pensiun
yang diterimakan kepada orang tua yang dipensiun
sebelum tanggal 1 Juli 2001, setelah pensiun pokoknya
disesuaikan menurut Peraturan Pemerintah ini ternyata:
a. tidak mengalami kenaikan atau mengalami penurunan
penghasilan, kepadanya diberikan tambahan
penghasilan sebesar jumlah penurunan penghasilannya
ditambah dengan 15% (lima belas persen) dari
penghasilnan;
b. mengalami kenaikan penghasilan kurang 15% (lima
belas persen) dari penghasilan, kepadanya diberikan
tambahan penghasilan sehingga kenaikan
penghasilannya menjadi sebesar 15% (lima belas
persen).
(2) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
penghasilan yang diterima pada bulan Desember 2005,
tidak termasuk tunjangan pangan.
(3) Apabila terjadi mutasi keluarga sejak Januari 2006, maka
penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibayarkan dengan memperhitungkan perubahan
penghasilan sesuai dengan mutasi keluarga;
(4) Pemberian Tambahan Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku sejak 1 Januari 2006.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 4 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 39
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ABDUL WAHID

Label:

PP tentang Organisasi Perangkat Daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2007
TENTANG
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan pemerintahan
daerah, kepala daerah perlu dibantu oleh
perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan
seluruh urusan pemerintahan yang dilaksanakan
oleh pemerintahan daerah;
b. bahwa berdasarkan Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Susunan dan Pengendalian
Organisasi Perangkat Daerah dilakukan dengan
berpedoman pada peraturan pemerintah;
c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
belum cukup memberikan pedoman yang
menyeluruh bagi penyusunan dan pengendalian
organisasi perangkat daerah yang dapat menangani
seluruh urusan pemerintahan, sehingga perlu
dicabut dan dibentuk peraturan pemerintah yang
baru;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Organisasi Perangkat Daerah;
Mengingat: . . .
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Pemerintahan . . .
- 3 -
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya
dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Perangkat daerah provinsi adalah unsur pembantu
kepala daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan
lembaga teknis daerah.
8. Perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur
pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga
teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
9. Rumah . . .
- 4 -
9. Rumah Sakit Daerah adalah sarana kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat yang dikategorikan ke dalam rumah sakit
umum daerah dan rumah sakit khusus daerah.
10. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
11. Unsur pengawasan daerah adalah badan
pengawasan daerah yang selanjutnya disebut
Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten, dan
Inspektorat Kota.
12. Unit Pelaksana Teknis adalah unsur pelaksana
tugas teknis pada dinas dan badan.
13. Sekretaris Daerah adalah sekretaris daerah
provinsi dan sekretaris kabupaten/kota.
14. Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.
BAB II
PEMBENTUKAN
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
Pasal 2
(1) Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
ditetapkan dengan peraturan daerah dengan
berpedoman pada peraturan pemerintah ini.
(2) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengatur mengenai susunan, kedudukan,
tugas pokok organisasi perangkat daerah.
(3) Rincian tugas, fungsi, dan tata kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan gubernur/bupati/walikota.
BAB III . . .
- 5 -
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
PERANGKAT DAERAH PROVINSI
Bagian Pertama
Sekretariat Daerah
Pasal 3
(1) Sekretariat daerah merupakan unsur staf.
(2) Sekretariat daerah mempunyai tugas dan
kewajiban membantu gubernur dalam menyusun
kebijakan dan mengoordinasikan dinas daerah dan
lembaga teknis daerah.
(3) Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan pemerintahan daerah;
b. pengoordinasian pelaksanaan tugas dinas
daerah dan lembaga teknis daerah;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan pemerintahan daerah;
d. pembinaan administrasi dan aparatur
pemerintahan daerah; dan
e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4) Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris
daerah.
(5) Sekretaris daerah berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada gubernur.
Bagian Kedua . . .
- 6 -
Bagian Kedua
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 4
(1) Sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah yang
selanjutnya disebut sekretariat DPRD merupakan
unsur pelayanan terhadap DPRD.
(2) Sekretariat DPRD mempunyai tugas
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan,
administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta
mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan
oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan
daerah.
(3) Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan administrasi kesekretariatan
DPRD;
b. penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD;
c. penyelenggaraan rapat–rapat DPRD; dan
d. penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD.
(4) Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris dewan.
(5) Sekretaris dewan secara teknis operasional berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan
DPRD dan secara administratif bertanggung jawab
kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
Bagian Ketiga . . .
- 7 -
Bagian Ketiga
Inspektorat
Pasal 5
(1) Inspektorat merupakan unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Inspektorat mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan urusan
pemerintahan di daerah provinsi, pelaksanaan
pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan urusan
pemerintahan di daerah kabupaten/kota.
(3) Inspektorat dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan program pengawasan;
b. perumusan kebijakan dan fasilitasi
pengawasan; dan
c. pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan
penilaian tugas pengawasan.
(4) Inspektorat dipimpin oleh inspektur.
(5) Inspektur dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya bertanggung jawab langsung kepada
gubernur dan secara teknis administratif
mendapat pembinaan dari sekretaris daerah.
Bagian Keempat
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Pasal 6
(1) Badan perencanaan pembangunan daerah
merupakan unsur perencana penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
(2) Badan . . .
- 8 -
(2) Badan perencanaan pembangunan daerah
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
perencanaan pembangunan daerah.
(3) Badan perencanaan pembangunan daerah dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis perencanaan;
b. pengoordinasian penyusunan perencanaan
pembangunan;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang
perencanaan pembangunan daerah; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4) Badan perencanaan pembangunan daerah
dipimpin oleh kepala badan.
(5) Kepala badan berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada gubernur melalui
sekretaris daerah.
Bagian Kelima
Dinas Daerah
Pasal 7
(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana
otonomi daerah.
(2) Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Dinas daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya;
b. penyelenggaraan . . .
- 9 -
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pelayanan umum sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai
dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas.
(5) Kepala dinas berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada gubernur melalui
sekretaris daerah.
(6) Pada dinas daerah dapat dibentuk unit pelaksana
teknis dinas untuk melaksanakan sebagian
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja
satu atau beberapa daerah kabupaten/kota.
Bagian Keenam
Lembaga Teknis Daerah
Pasal 8
(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah.
(2) Lembaga teknis daerah mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik.
(3) Lembaga teknis daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya;
b. pemberian dukungan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pembinaan . . .
- 10 -
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai
dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(4) Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat berbentuk badan, kantor, dan
rumah sakit.
(5) Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan
dipimpin oleh kepala badan, yang berbentuk
kantor dipimpin oleh kepala kantor, dan yang
berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur.
(6) Kepala dan direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah.
(7) Pada badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat dibentuk unit pelaksana teknis tertentu
untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang yang
mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa
daerah kabupaten/kota.
Pasal 9
(1) Rumah sakit dapat berbentuk rumah sakit umum
daerah dan rumah sakit khusus daerah.
(2) Rumah sakit umum daerah terdiri dari 3 (tiga)
kelas:
a. rumah sakit umum daerah kelas A;
b. rumah sakit umum daerah kelas B; dan
c. rumah sakit umum daerah kelas C.
(3) Rumah sakit khusus daerah terdiri dari 2 (dua)
kelas yaitu:
a. rumah sakit khusus daerah kelas A; dan
b. rumah sakit khusus daerah kelas B.
(4) Penetapan . . .
- 11 -
(4) Penetapan kriteria klasifikasi rumah sakit umum
daerah dan rumah sakit khusus daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh menteri kesehatan setelah
berkoordinasi secara tertulis dengan Menteri dan
menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
BAB IV
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA
Bagian Pertama
Sekretariat Daerah
Pasal 10
(1) Sekretariat daerah merupakan unsur staf.
(2) Sekretariat daerah mempunyai tugas dan
kewajiban membantu bupati/walikota dalam
menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas
daerah dan lembaga teknis daerah.
(3) Sekretariat daerah dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan pemerintahan daerah;
b. pengoordinasian pelaksanaan tugas dinas
daerah dan lembaga teknis daerah;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan pemerintahan daerah;
d. pembinaan administrasi dan aparatur
pemerintahan daerah; dan
e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(4) Sekretariat . . .
- 12 -
(4) Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris
daerah.
(5) Sekretaris daerah berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/walikota.
Bagian Kedua
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 11
(1) Sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah yang
selanjutnya disebut sekretariat DPRD merupakan
unsur pelayanan terhadap DPRD.
(2) Sekretariat DPRD mempunyai tugas
menyelenggarakan administrasi kesekretariatan,
administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta
mengoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan
oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan
daerah.
(3) Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan administrasi kesekretariatan
DPRD;
b. penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD;
c. penyelenggaraan rapat-rapat DPRD; dan
d. penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli
yang diperlukan oleh DPRD.
(4) Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris dewan.
(5) Sekretaris dewan secara teknis operasional berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan
DPRD dan secara administratif bertanggung jawab
kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
Bagian Ketiga . . .
- 13 -
Bagian Ketiga
Inspektorat
Pasal 12
(1) Inspektorat merupakan unsur pengawas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Inspektorat mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan urusan
pemerintahan di daerah kabupaten/kota,
pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan
pemerintahan desa.
(3) Inspektorat dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan program pengawasan;
b. perumusan kebijakan dan fasilitasi
pengawasan; dan
c. pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan
penilaian tugas pengawasan.
(4) Inspektorat dipimpin oleh inspektur.
(5) Inspektur dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab langsung kepada
bupati/walikota dan secara teknis administratif
mendapat pembinaan dari sekretaris daerah.
Bagian Keempat
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Pasal 13
(1) Badan perencanaan pembangunan daerah
merupakan unsur perencana penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
(2) Badan perencanaan pembangunan daerah
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan . . .
- 14 -
pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
perencanaan pembangunan daerah.
(3) Badan perencanaan pembangunan daerah dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis perencanaan;
b. pengoordinasian penyusunan perencanaan
pembangunan;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang
perencanaan pembangunan daerah; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(4) Badan perencanaan pembangunan daerah
dipimpin oleh kepala badan.
(5) Kepala badan berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/walikota
melalui sekretaris daerah.
Bagian Kelima
Dinas Daerah
Pasal 14
(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana
otonomi daerah.
(2) Dinas daerah mempunyai tugas melaksanakan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Dinas daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya;
b. penyelenggaraan . . .
- 15 -
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pelayanan umum sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai
dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(4) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas.
(5) Kepala dinas berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/walikota
melalui sekretaris daerah.
(6) Pada dinas daerah dapat dibentuk unit pelaksana
teknis dinas untuk melaksanakan sebagian
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja
satu atau beberapa kecamatan.
Bagian Keenam
Lembaga Teknis Daerah
Pasal 15
(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah.
(2) Lembaga teknis daerah mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik.
(3) Lembaga teknis daerah dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya;
b. pemberian . . .
- 16 -
b. pemberian dukungan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup
tugasnya;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai
dengan lingkup tugasnya; dan
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
bupati/walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(4) Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat berbentuk badan, kantor, dan
rumah sakit.
(5) Lembaga teknis daerah yang berbentuk badan
dipimpin oleh kepala badan, yang berbentuk
kantor dipimpin oleh kepala kantor, dan yang
berbentuk rumah sakit dipimpin oleh direktur.
(6) Kepala dan direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah.
(7) Pada lembaga teknis daerah yang berbentuk badan
dapat dibentuk unit pelaksana teknis tertentu
untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang yang
mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa
kecamatan.
Pasal 16
(1) Rumah sakit dapat berbentuk rumah sakit umum
daerah dan rumah sakit khusus daerah.
(2) Rumah sakit umum daerah terdiri dari 4 (empat)
kelas:
a. rumah sakit umum daerah kelas A;
b. rumah sakit umum daerah kelas B;
c. rumah sakit umum daerah kelas C; dan
d. rumah . . .
- 17 -
d. rumah sakit umum daerah kelas D.
(3) Rumah sakit khusus daerah terdiri dari 2 (dua)
kelas yaitu:
a. rumah sakit khusus daerah kelas A; dan
b. rumah sakit khusus daerah kelas B.
(4) Penetapan kriteria klasifikasi rumah sakit umum
daerah dan rumah sakit khusus daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh menteri kesehatan setelah
berkoordinasi tertulis dengan Menteri dan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendayagunaan aparatur negara.
Bagian Ketujuh
Kecamatan
Pasal 17
(1) Kecamatan merupakan wilayah kerja camat
sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah
kota.
(2) Camat mempunyai tugas melaksanakan
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh
bupati/walikota untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah.
(3) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan
meliputi:
a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan
masyarakat;
b. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum;
c. mengoordinasikan penerapan dan penegakan
peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan . . .
- 18 -
d. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum;
e. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa
dan/atau kelurahan; dan
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang
menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang
belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa
atau kelurahan.
(4) Pelimpahan sebagian kewenangan bupati/walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan peraturan bupati/walikota.
(5) Kecamatan dipimpin oleh camat.
(6) Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah.
(7) Pedoman organisasi kecamatan ditetapkan dalam
peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan
dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara.
Bagian Kedelapan
Kelurahan
Pasal 18
(1) Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai
perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah
kecamatan.
(2) Kelurahan dipimpin oleh lurah.
(3) Lurah berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada bupati/walikota melalui camat.
(4) Pembentukan . . .
- 19 -
(4) Pembentukan, kedudukan, tugas, susunan
organisasi dan tata kerja kelurahan diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
BAB V
BESARAN ORGANISASI
DAN PERUMPUNAN PERANGKAT DAERAH
Bagian Pertama
Variabel Besaran Organisasi
Pasal 19
(1) Besaran organisasi perangkat daerah ditetapkan
berdasarkan variabel:
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah; dan
c. jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
(2) Perhitungan variabel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam lampiran sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah
ini.
Bagian Kedua
Jumlah Besaran Organisasi
Paragraf 1
Besaran Organisasi Perangkat Daerah Provinsi
Pasal 20
(1) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
kurang dari 40 (empat puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak
3 (tiga) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinas paling banyak 12 (dua belas); dan
d. lembaga . . .
- 20 -
d. lembaga teknis daerah paling banyak
8 (delapan).
(2) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
antara 40 (empat puluh) sampai dengan
70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak
3 (tiga) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinas paling banyak 15 (lima belas); dan
d. lembaga teknis daerah paling banyak
10 (sepuluh).
(3) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
lebih dari 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak
4 (empat) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinas paling banyak 18 (delapan belas); dan
d. lembaga teknis daerah paling banyak
12 (dua belas).
Paragraf 2
Besaran Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 21
(1) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
kurang dari 40 (empat puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak
3 (tiga) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinas paling banyak 12 (dua belas);
d. lembaga teknis daerah paling banyak
8 (delapan);
e. kecamatan; dan
f. kelurahan . . .
- 21 -
f. kelurahan.
(2) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
antara 40 (empat puluh) sampai dengan
70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak
3 (tiga) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinas paling banyak 15 (lima belas);
d. lembaga teknis daerah paling banyak
10 (sepuluh);
e. kecamatan; dan
f. kelurahan.
(3) Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai
lebih dari 70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a. sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak
4 (empat) asisten;
b. sekretariat DPRD;
c. dinas paling banyak 18 (delapan belas);
d. lembaga teknis daerah paling banyak
12 (dua belas);
e. kecamatan; dan
f. kelurahan.
Bagian Ketiga
Perumpunan Urusan Pemerintahan
Pasal 22
(1) Penyusunan organisasi perangkat daerah
berdasarkan pertimbangan adanya urusan
pemerintahan yang perlu ditangani.
(2) Penanganan urusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak harus dibentuk ke dalam organisasi
tersendiri.
(3) Dalam . . .
- 22 -
(3) Dalam hal beberapa urusan yang ditangani oleh
satu perangkat daerah, maka penggabungannya
sesuai dengan perumpunan urusan pemerintahan
yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan
lembaga teknis daerah.
(4) Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk
dinas terdiri dari:
a. bidang pendidikan, pemuda dan olahraga;
b. bidang kesehatan;
c. bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi;
d. bidang perhubungan, komunikasi dan
informatika;
e. bidang kependudukan dan catatan sipil;
f. bidang kebudayaan dan pariwisata;
g. bidang pekerjaan umum yang meliputi bina
marga, pengairan, cipta karya dan tata ruang;
h. bidang perekonomian yang meliputi koperasi
dan usaha mikro, kecil dan menengah, industri
dan perdagangan;
i. bidang pelayanan pertanahan;
j. bidang pertanian yang meliputi tanaman
pangan, peternakan, perikanan darat, kelautan
dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;
k. bidang pertambangan dan energi; dan
l. bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan
aset.
(5) Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk
badan, kantor, inspektorat, dan rumah sakit,
terdiri dari:
a. bidang perencanaan pembangunan dan
statistik;
b. bidang penelitian dan pengembangan;
c. bidang . . .
- 23 -
c. bidang kesatuan bangsa, politik dan
perlindungan masyarakat;
d. bidang lingkungan hidup;
e. bidang ketahanan pangan;
f. bidang penanaman modal;
g. bidang perpustakaan, arsip, dan dokumentasi;
h. bidang pemberdayaan masyarakat dan
pemerintahan desa;
i. bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga
berencana;
j. bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
k. bidang pengawasan; dan
l. bidang pelayanan kesehatan.
(6) Perangkat daerah yang dibentuk untuk
melaksanakan urusan pilihan, berdasarkan
pertimbangan adanya urusan yang secara nyata
ada sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi
unggulan daerah.
Pasal 23
Pelaksanaan tugas dan fungsi staf, pelayanan
administratif serta urusan pemerintahan umum
lainnya yang tidak termasuk dalam tugas dan fungsi
dinas maupun lembaga teknis daerah dilaksanakan
oleh sekretariat daerah.
BAB VI . . .
- 24 -
BAB VI
SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
Bagian Pertama
Susunan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi
Paragraf 1
Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD
Pasal 24
(1) Sekretariat daerah terdiri dari asisten, dan
masing-masing asisten terdiri dari paling banyak
3 (tiga) biro, dan masing-masing biro terdiri dari
paling banyak 4 (empat) bagian, dan masingmasing
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
(2) Sekretariat DPRD terdiri dari paling banyak
4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
Paragraf 2
Dinas Daerah
Pasal 25
(1) Dinas terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling
banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3
(tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
(2) Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari
1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok
jabatan fungsional.
(3) Unit pelaksana teknis dinas yang belum terdapat
jabatan fungsional dapat dibentuk paling banyak
2 (dua) seksi.
Paragraf 3 . . .
- 25 -
Paragraf 3
Lembaga Teknis Daerah
Pasal 26
(1) Inspektorat terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 4 (empat) inspektur pembantu,
sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, serta
kelompok jabatan fungsional.
(2) Badan terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling
banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3
(tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri
dari 2 (dua) subbidang atau kelompok jabatan
fungsional.
(3) Kantor terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha
dan paling banyak 3 (tiga) seksi.
(4) Unit pelaksana teknis pada badan terdiri dari
1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok
jabatan fungsional.
(5) Unit pelaksana teknis badan yang belum terdapat
jabatan fungsional dapat dibentuk paling banyak
2 (dua) seksi.
Pasal 27
(1) Rumah sakit umum daerah kelas A terdiri dari
paling banyak 4 (empat) wakil direktur dan
masing-masing wakil direktur terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) bagian/bidang dan masing-masing
bidang membawahkan kelompok jabatan
fungsional atau terdiri dari 2 (dua) seksi.
(2) Pada wakil direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang membidangi administrasi umum
terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian dan
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
(3) Rumah . . .
- 26 -
(3) Rumah sakit umum daerah kelas B terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) wakil direktur, dan masingmasing
wakil direktur terdiri dari paling banyak
3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian dan
masing-masing bidang membawahkan kelompok
jabatan fungsional atau terdiri dari paling banyak
2 (dua) seksi.
(4) Rumah sakit umum daerah kelas C terdiri dari 1
(satu) bagian dan paling banyak 3 (tiga) bidang,
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian
dan masing-masing bidang membawahkan
kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari
paling banyak 2 (dua) seksi.
(5) Rumah sakit khusus daerah kelas A terdiri dari
2 (dua) wakil direktur, masing-masing wakil
direktur terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
bagian/bidang, masing-masing bagian terdiri dari
2 (dua) subbagian, dan masing-masing bidang
membawahkan kelompok jabatan fungsional atau
terdiri dari 2 (dua) seksi.
(6) Rumah sakit khusus daerah kelas B terdiri dari
1 (satu) subbagian tata usaha dan paling banyak
3 (tiga) seksi.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
Paragraf 1
Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD
Pasal 28
(1) Sekretariat daerah terdiri dari asisten, masingmasing
asisten terdiri dari paling banyak 4 (empat)
bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Sekretariat . . .
- 27 -
(2) Sekretariat DPRD terdiri dari paling banyak
4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari 3 (tiga) subbagian.
Paragraf 2
Dinas Daerah
Pasal 29
(1) Dinas terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling
banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari
3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
(2) Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari
1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok
jabatan fungsional.
Paragraf 3
Lembaga Teknis Daerah
Pasal 30
(1) Inspektorat terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 4 (empat) inspektur pembantu,
sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, serta
kelompok jabatan fungsional.
(2) Badan terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling
banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari
3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri
dari 2 (dua) subbidang atau kelompok jabatan
fungsional.
(3) Kantor terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan
paling banyak 3 (tiga) seksi.
(4) Unit pelaksana teknis pada badan, terdiri dari
1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok
jabatan fungsional.
Pasal 31 . . .
- 28 -
Pasal 31
(1) Rumah sakit umum daerah kelas A terdiri dari
paling banyak 4 (empat) wakil direktur dan
masing-masing wakil direktur terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing
bidang membawahkan kelompok jabatan
fungsional dan/atau terdiri dari 2 (dua) seksi.
(2) Pada wakil direktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang membidangi administrasi umum
terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian dan
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
(3) Rumah sakit umum daerah kelas B terdiri dari
paling banyak 3 (tiga) wakil direktur, dan masingmasing
wakil direktur terdiri dari paling banyak
3 (tiga) bagian/bidang, masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian dan
masing-masing bidang membawahkan kelompok
jabatan fungsional atau terdiri dari paling banyak
2 (dua) seksi.
(4) Rumah sakit umum daerah kelas C terdiri dari
1 (satu) bagian dan paling banyak 3 (tiga) bidang,
bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian
dan masing-masing bidang membawahkan
kelompok jabatan fungsional atau terdiri dari
paling banyak 2 (dua) seksi.
(5) Rumah sakit umum daerah kelas D terdiri dari
1 (satu) subbagian tata usaha dan 2 (dua) seksi.
(6) Rumah sakit khusus daerah kelas A terdiri dari 2
(dua) wakil direktur, masing-masing wakil direktur
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) bagian/bidang,
masing-masing bagian terdiri dari 2 (dua)
subbagian, dan masing-masing bidang
membawahkan kelompok jabatan fungsional atau
terdiri dari 2 (dua) seksi.
(7) Rumah . . .
- 29 -
(7) Rumah sakit khusus daerah kelas B terdiri dari 1
(satu) subbagian tata usaha dan paling banyak 3
(tiga) seksi.
Paragraf 4
Kecamatan dan Kelurahan
Pasal 32
(1) Kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretariat, paling
banyak 5 (lima) seksi, dan sekretariat
membawahkan paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Kelurahan terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan
paling banyak 4 (empat) seksi.
Pasal 33
Jumlah bidang pada dinas dan badan yang
melaksanakan beberapa bidang urusan pemerintahan
paling banyak 7 (tujuh) bidang.
BAB VII
ESELON PERANGKAT DAERAH
Bagian Pertama
Eselon Jabatan Perangkat Daerah Provinsi
Pasal 34
(1) Sekretaris daerah merupakan jabatan struktural
eselon Ib.
(2) Asisten, sekretaris DPRD, kepala dinas, kepala
badan, inspektur, dan direktur rumah sakit umum
daerah kelas A, merupakan jabatan struktural
eselon IIa.
(3) Kepala biro, direktur rumah sakit umum daerah
kelas B, wakil direktur rumah sakit umum kelas A,
dan . . .
- 30 -
dan direktur rumah sakit khusus daerah kelas A
merupakan jabatan struktural eselon IIb.
(4) Kepala kantor, kepala bagian, sekretaris pada
dinas, badan dan inspektorat, kepala bidang dan
inspektur pembantu, direktur rumah sakit umum
daerah kelas C, direktur rumah sakit khusus
daerah kelas B, wakil direktur rumah sakit umum
daerah kelas B, wakil direktur rumah sakit khusus
daerah kelas A, dan kepala unit pelaksana teknis
dinas dan badan merupakan jabatan struktural
eselon IIIa.
(5) Kepala bagian dan kepala bidang pada rumah
sakit daerah merupakan jabatan struktural
eselon IIIb.
(6) Kepala seksi, kepala subbagian, dan kepala
subbidang merupakan jabatan struktural
eselon IVa.
Bagian Kedua
Eselon Jabatan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 35
(1) Sekretaris daerah merupakan jabatan struktural
eselon IIa.
(2) Asisten, sekretaris DPRD, kepala dinas, kepala
badan, inspektur, direktur rumah sakit umum
daerah kelas A dan kelas B, dan direktur rumah
sakit khusus daerah kelas A merupakan jabatan
struktural eselon IIb.
(3) Kepala kantor, camat, kepala bagian, sekretaris
pada dinas, badan dan inspektorat, inspektur
pembantu, direktur rumah sakit umum daerah
kelas C, direktur rumah sakit khusus daerah kelas
B, wakil direktur rumah sakit umum daerah kelas
A dan kelas B, dan wakil direktur rumah sakit
khusus . . .
- 31 -
khusus daerah kelas A merupakan jabatan
struktural eselon IIIa.
(4) Kepala bidang pada dinas dan badan, kepala
bagian dan kepala bidang pada rumah sakit umum
daerah, direktur rumah sakit umum daerah kelas
D, dan sekretaris camat merupakan jabatan
struktural eselon IIIb.
(5) Lurah, kepala seksi, kepala subbagian, kepala
subbidang, dan kepala unit pelaksana teknis dinas
dan badan merupakan jabatan struktural
eselon IVa.
(6) Sekretaris kelurahan, kepala seksi pada
kelurahan, kepala subbagian pada unit pelaksana
teknis, kepala tata usaha sekolah kejuruan dan
kepala subbagian pada sekretariat kecamatan
merupakan jabatan struktural eselon IVb.
(7) Kepala tata usaha sekolah lanjutan tingkat
pertama dan kepala tata usaha sekolah menengah
merupakan jabatan struktural eselon Va.
BAB VIII
STAF AHLI
Pasal 36
(1) Gubernur, bupati/walikota dalam melaksanakan
tugasnya dapat dibantu staf ahli.
(2) Staf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling banyak 5 (lima) staf ahli.
(3) Staf ahli diangkat dan diberhentikan oleh
gubernur, bupati/walikota dari pegawai negeri
sipil.
(4) Tugas dan fungsi staf ahli gubernur,
bupati/walikota ditetapkan oleh gubernur,
bupati/walikota di luar tugas dan fungsi perangkat
daerah.
Pasal 37 . . .
- 32 -
Pasal 37
(1) Staf ahli gubernur merupakan jabatan struktural
eselon IIa, dan staf ahli bupati/walikota
merupakan jabatan struktural eselon IIb.
(2) Staf ahli dalam pelaksanaan tugasnya secara
administratif dikoordinasikan oleh sekretaris
daerah.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN ORGANISASI
Pasal 38
(1) Pembinaan dan pengendalian organisasi perangkat
daerah provinsi dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Pembinaan dan pengendalian organisasi perangkat
daerah kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.
Pasal 39
(1) Pembinaan dan pengendalian organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
dilaksanakan dengan menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi
dalam penataan organisasi perangkat daerah.
(2) Pembinaan dan pengendalian organisasi
perangkat daerah dilakukan melalui fasilitasi
terhadap rancangan peraturan daerah tentang
organisasi perangkat daerah yang telah dibahas
bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD.
(3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
gubernur bagi organisasi perangkat daerah
kabupaten/kota dan kepada Menteri bagi
organisasi perangkat daerah provinsi.
Pasal 40 . . .
- 33 -
Pasal 40
(1) Fasilitasi yang dilakukan oleh Menteri dan
gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2) dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari
kerja setelah diterima rancangan peraturan
daerah.
(2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memberikan
fasilitasi, maka rancangan peraturan daerah dapat
ditetapkan menjadi peraturan daerah.
Pasal 41
(1) Peraturan daerah provinsi tentang organisasi
perangkat daerah harus disampaikan kepada
Menteri paling lama 15 (lima belas) hari kerja
setelah ditetapkan.
(2) Peraturan daerah kabupaten/kota tentang
organisasi perangkat daerah harus disampaikan
kepada gubernur paling lama 15 (lima belas) hari
kerja setelah ditetapkan, dengan tembusan
Menteri.
(3) Peraturan daerah tentang organisasi perangkat
daerah dan peraturan pelaksanaannya yang
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini dapat dibatalkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
(1) Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi
penataan organisasi perangkat daerah.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan . . .
- 34 -
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 43
Provinsi, kabupaten/kota yang baru dibentuk dan
belum mempunyai DPRD, pembentukan perangkat
daerah ditetapkan dengan peraturan penjabat kepala
daerah setelah mendapat persetujuan dari Menteri dan
pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara.
Pasal 44
Daerah yang memiliki status istimewa atau otonomi
khusus, pembentukan perangkat daerah untuk
melaksanakan status istimewa dan otonomi khusus
berpedoman pada peraturan Menteri dengan
pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara.
Pasal 45
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi
sebagai pelaksanaan peraturan perundangundangan
dan tugas pemerintahan umum lainnya,
pemerintah daerah dapat membentuk lembaga lain
sebagai bagian dari perangkat daerah.
(2) Organisasi dan tata kerja serta eselonisasi lembaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan . . .
- 35 -
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara.
Pasal 46
Pemerintah daerah yang membentuk perangkat daerah
sebagai badan layanan umum berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
(1) Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan
masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas
sektor, gubernur/bupati/walikota dapat
membentuk unit pelayanan terpadu.
(2) Unit pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan gabungan dari unsurunsur
perangkat daerah yang menyelenggarakan
fungsi perizinan.
(3) Unit pelayanan terpadu didukung oleh sebuah
sekretariat sebagai bagian dari perangkat daerah.
(4) Pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan
terpadu ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat
pertimbangan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
Kepala bidang pada dinas dan badan perangkat daerah
kabupaten/kota yang telah menduduki jabatan
struktural eselon IIIa sebelum Peraturan Pemerintah ini
diundangkan, tetap diberikan hak kepegawaian dan
hak administrasi lainnya dalam jabatan struktural
eselon IIIa pada kabupaten/kota.
Pasal 49 . . .
- 36 -
Pasal 49
Di lingkungan pemerintah daerah ditetapkan jabatan
fungsional sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 50
(1) Perangkat daerah yang didukung oleh kelompok
jabatan fungsional, dilakukan penyerasian dan
rasionalisasi struktur organisasi.
(2) Penyerasian dan rasionalisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama
1 (satu) tahun sejak peraturan daerah tentang
organisasi perangkat daerah ditetapkan.
Pasal 51
Pelaksanaan penataan organisasi perangkat daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dilakukan
paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah
ini diundangkan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
maka Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 37 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 89
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
PENETAPAN VARIABEL BESARAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH
A. PROVINSI
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1 2 3 4
1.
JUMLAH PENDUDUK
(jiwa)
Untuk Provinsi di Pulau
Jawa
≤ 7.500.000
7.500.001 - 15.000.000
15.000.001 - 22.500.000
22.500.001- 30.000.000
> 30.000.000
8
16
24
32
40
2.
JUMLAH PENDUDUK
(jiwa)
Untuk Provinsi di luar
Pulau Jawa
≤ 1.500.000
1.500.001 - 3.000.000
3.000.001 - 4.500.000
4.500.001 - 6.000.000
> 6.000.000
8
16
24
32
40
3.
LUAS WILAYAH (KM2)
Untuk Provinsi di Pulau
Jawa
≤ 10.000
10.001 - 20.000
20.001 - 30.000
30.001 - 40.000
> 40.000
7
14
21
28
35
4.
LUAS WILAYAH (KM2)
Untuk Provinsi di luar
Pulau Jawa
≤ 20.000
20.001 - 40.000
40.001 - 60.000
60.001 - 80.000
> 80.000
7
14
21
28
35
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 41 Tahun 2007
TANGGAL : 23 Juli 2007
- 2 -
1 2 3 4
5.
JUMLAH APBD
≤ Rp500.000.000.000,00
Rp500.000.000.001,00 -
Rp1.000.000.000.000,00
Rp1.000.000.000.001,00 -
Rp1.500.000.000.000,00
Rp1.500.000.000.001,00 -
Rp2.000.000.000.000,00
> Rp2.000.000.000.000,00
5
10
15
20
25
B. KABUPATEN
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1 2 3 4
1.
JUMLAH PENDUDUK
(jiwa)
Untuk Kabupaten di
Pulau Jawa dan Madura.
≤ 250.000
250.001 - 500.000
500.001 – 750.000
750.001 – 1.000.000
> 1.000.000
8
16
24
32
40
2.
JUMLAH PENDUDUK
(jiwa)
Untuk Kabupaten di luar
Pulau Jawa dan Madura.
≤ 150.000
150.001 - 300.000
300.001 – 450.000
450.001 – 600.000
> 600.000
8
16
24
32
40
3.
LUAS WILAYAH (KM2)
Untuk Kabupaten di
Pulau Jawa dan Madura.
≤ 500
501 - 1.000
1.001 – 1.500
1.501 – 2.000
> 2.000
7
14
21
28
35
- 3 -
1 2 3 4
4.
LUAS WILAYAH (KM2)
Untuk Kabupaten di luar
Pulau Jawa dan Madura.
≤ 1.000
1.001 – 2.000
2.001 – 3.000
3.001 – 4.000
> 4.000
7
14
21
28
35
5.
JUMLAH APBD
≤ Rp200.000.000.000,00
Rp200.000.000.001,00 –
Rp400.000.000.000,00
Rp400.000.000.001,00 –
Rp600.000.000.000,00
Rp600.000.000.001,00 –
Rp800.000.000.000,00
> Rp800.000.000.000,00
5
10
15
20
25
C. KOTA
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1 2 3 4
1.
JUMLAH PENDUDUK
(jiwa)
Untuk Kota di Pulau Jawa
dan Madura.
≤ 100.000
100.001 - 200.000
200.001 - 300.000
300.001 - 400.000
> 400.000
8
16
24
32
40
2.
JUMLAH PENDUDUK
(jiwa)
Untuk Kota di luar Pulau
Jawa dan Madura.
≤ 50.000
50.001 - 100.000
100.001 - 150.000
150.001 - 200.000
> 200.000
8
16
24
32
40
- 4 -
1 2 3 4
3.
LUAS WILAYAH (KM2)
Untuk Kota di Pulau Jawa
dan Madura.
≤ 50
51 - 100
101 - 150
151 – 200
> 200
7
14
21
28
35
4.
LUAS WILAYAH (KM2)
Untuk Kota di luar Pulau
Jawa dan Madura.
≤ 75
76 - 150
151 - 225
226 – 300
> 300
7
14
21
28
35
5.
JUMLAH APBD
≤ Rp200.000.000.000,00
Rp200.000.000.001,00 –
Rp400.000.000.000,00
Rp400.000.000.001,00 –
Rp600.000.000.000,00
Rp600.000.000.001,00 –
Rp800.000.000.000,00
> Rp800.000.000.000,00
5
10
15
20
25
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2007
TENTANG
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
I. UMUM
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah
dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang
membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam
sekretariat, unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk
inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan,
unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam
lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang
diwadahi dalam dinas daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk
suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan
pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan
pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah
yang bersifat konkuren berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya
terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing
tingkatan pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib,
diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten, dan kota,
sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat
pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki
potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan
dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan
untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing
daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah
dalam . . .
- 2 -
dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan
rakyat.
Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya dimaksudkan
memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam
menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi
kelembagaan antara pusat dan daerah.
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan
tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan
banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah
dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan
urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas.
Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi
masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Peraturan Pemerintah ini menetapkan kriteria untuk
menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah masingmasing
pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas
wilayah dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan
masing-masing variabel yaitu 40% (empat puluh persen) untuk
variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima persen) untuk
variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk
variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam
beberapa kelas interval, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran
Peraturan Pemerintah ini. Demikian juga mengenai jumlah susunan
organisasi disesuaikan dengan beban tugas masing-masing
perangkat daerah.
Perubahan nomenklatur Bagian Tata Usaha pada Dinas dan
Badan menjadi Sekretariat dimaksudkan untuk lebih
memfungsikannya sebagai unsur staf dalam rangka koordinasi
penyusunan program dan penyelenggaraan tugas-tugas Bidang
secara terpadu dan tugas pelayanan administratif.
Bidang pengawasan, sebagai salah satu fungsi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam rangka akuntabilitas
dan objektifitas hasil pemeriksaan, maka nomenklaturnya menjadi
Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota dan dipimpin oleh
Inspektur, yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab
langsung kepada kepala daerah.
Selain . . .
- 3 -
Selain itu, eselon kepala bidang pada dinas dan badan
perangkat daerah kabupaten/kota diturunkan yang semula
eselon IIIa menjadi eselon IIIb, dimaksudkan dalam rangka
penerapan pola pembinaan karir, efisiensi, dan penerapan
koordinasi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian, namun demikian bagi pejabat yang sudah atau
sebelumnya memangku jabatan eselon IIIa, sebelum Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan kepada yang bersangkutan tetap diberikan
hak-hak kepegawaian dan hak administrasi lainnya dalam jabatan
struktural eselon IIIa, walaupun organisasinya menjadi eselon IIIb,
dan jabatan eselon IIIb tersebut efektif diberlakukan bagi pejabat
yang baru dipromosikan memangku jabatan berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Beberapa perangkat daerah yaitu yang menangani fungsi
pengawasan, kepegawaian, rumah sakit, dan keuangan, mengingat
tugas dan fungsinya merupakan amanat peraturan perundangundangan,
maka perangkat daerah tersebut tidak mengurangi
jumlah perangkat daerah yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah ini, dan pedoman teknis mengenai organisasi dan tata
kerja diatur tersendiri.
Pembinaan dan pengendalian organisasi dalam Peraturan
Pemerintah ini dimaksudkan dalam rangka penerapan koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi antardaerah dan antarsektor,
sehingga masing-masing pemerintah daerah taat asas dan taat
norma dalam penataan kelembagaan perangkat daerah. Dalam
ketentuan ini pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah
tentang perangkat daerah yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dengan konsekuensi pembatalan hak-hak
keuangan dan kepegawaian serta tindakan administratif lainnya.
Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengendalian organisasi
perangkat daerah, pemerintah senantiasa melakukan fasilitasi
melalui asistensi, pemberian arahan, pedoman, bimbingan,
supervisi, pelatihan, serta kerja sama, sehingga sinkronisasi dan
simplifikasi dapat tercapai secara optimal dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Diatur pula dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai
pembentukan lembaga lain dalam rangka melaksanakan kebijakan
Pemerintah, sebagai bagian dari perangkat daerah, seperti sekretariat
badan narkoba provinsi, kabupaten dan kota, sekretariat komisi
penyiaran, serta lembaga lain untuk mewadahi penanganan tugastugas
. . .
- 4 -
tugas pemerintahan umum yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah daerah, namun untuk pengendaliannya,
pembentukannya harus dengan persetujuan pemerintah atas usul
kepala daerah.
Pengertian pertanggungjawaban kepala dinas, sekretaris DPRD,
dan kepala badan/kantor/direktur rumah sakit daerah melalui
sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif yang
meliputi penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas dinas daerah,
sekretariat DPRD dan lembaga teknis daerah, dengan demikian
kepala dinas, sekretaris DPRD, dan kepala badan/kantor/direktur
rumah sakit daerah bukan merupakan bawahan langsung sekretaris
daerah.
Dalam implementasi penataan kelembagaan perangkat daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini menerapkan prinsip-prinsip
organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi
staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi
dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7 . . .
- 5 -
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit
pelaksana teknis dinas adalah tugas untuk melaksanakan
kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan
pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah
melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan
tugas organisasi induknya.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
huruf b . . .
- 6 -
Huruf b
Pemberian dukungan termasuk penyelenggaraan tugas
dan fungsi yang menjadi ruang lingkup kewenangannya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit
pelaksana teknis badan adalah tugas untuk melaksanakan
kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan
pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah
melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan
tugas organisasi induknya.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 . . .
- 7 -
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit
pelaksana teknis dinas adalah tugas untuk melaksanakan
kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan
pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah
melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan
tugas organisasi induknya.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 8 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit
pelaksana teknis badan adalah tugas untuk melaksanakan
kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan
pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah
melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan
tugas organisasi induknya.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 9 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang
Kelurahan.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Penentuan jumlah perangkat daerah sesuai dengan jumlah
nilai yang ditetapkan berdasarkan perhitungan dari variabel,
dan masing-masing pemerintah daerah tidak mutlak
membentuk sejumlah perangkat daerah yang telah
ditentukan sesuai dengan variabel tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Penentuan jumlah perangkat daerah sesuai dengan jumlah
nilai yang ditetapkan berdasarkan perhitungan dari variabel,
dan masing-masing pemerintah daerah tidak mutlak
membentuk sejumlah perangkat daerah yang telah
ditentukan sesuai dengan variabel tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 10 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Urusan pemerintahan yang perlu ditangani terdiri dari
urusan wajib dan urusan pilihan.
Ayat (2)
Masing-masing urusan pada prinsipnya tidak mutlak
dibentuk dalam lembaga tersendiri, namun sebaliknya
masing-masing urusan dapat dikembangkan atau dibentuk
lebih dari satu lembaga perangkat daerah sesuai dengan
prinsip-prinsip organisasi, kebutuhan dan kemampuan
daerah masing-masing.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Perumpunan dimaksud adalah penanganan urusan
pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan urusan
pilihan yang dapat digabung dalam satu perangkat daerah
berbentuk dinas, misalnya urusan koperasi dan usaha mikro,
kecil dan menengah digabung dengan urusan perindustrian
dan perdagangan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
- 11 -
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Pelaksanaan urusan bidang pelayanan pertanahan
diselenggarakan oleh perangkat daerah sesuai
kewenangan masing-masing.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Ayat (5)
Perumpunan dimaksud adalah penanganan urusan
pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan fungsi
pendukung yang dapat digabung dalam satu perangkat
daerah berbentuk badan dan/atau kantor, misalnya urusan
perencanaan pembangunan digabung dengan urusan
penelitian dan pengembangan.
Huruf a . . .
- 12 -
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Ayat (6) . . .
- 13 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 23
Perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi staf seperti
bidang hukum, organisasi, hubungan masyarakat, protokol dan
pelayanan administratif, serta fungsi pemerintahan umum lainnya
antara lain bidang penanganan perbatasan dan administrasi kerja
sama luar negeri, yang termasuk sebagai bagian dari urusan
pemerintahan, dan tidak termasuk fungsi dinas maupun lembaga
teknis daerah diwadahi dalam sekretariat daerah.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32 . . .
- 14 -
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Untuk menentukan jumlah susunan organisasi masing-masing
perangkat daerah dilakukan berdasarkan analisis jabatan dan
analisis beban kerja.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “koordinasi” adalah peran serta para
pemangku kepentingan dalam menata organisasi perangkat
daerah sesuai dengan lingkup kewenangannya, baik lintas
sektor maupun antarstrata pemerintahan.
Yang dimaksud dengan “integrasi” adalah penyelenggaraan
fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara
terpadu dalam suatu organisasi perangkat daerah.
Yang dimaksud dengan “sinkronisasi” adalah konsistensi
dalam penataan organisasi perangkat daerah sesuai dengan
norma, prinsip, dan standar yang berlaku.
Yang . . .
- 15 -
Yang dimaksud dengan “simplifikasi” adalah penyederhanaan
penataan organisasi perangkat daerah yang efisien, efektif,
rasional, dan proporsional.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”fasilitasi” adalah pemberian
pedoman dan petunjuk teknis, arahan, bimbingan teknis,
supervisi, asistensi dan kerja sama serta monitoring dan
evaluasi terhadap penyusunan dan pelaksanaan peraturan
daerah tentang organisasi dan tata kerja satuan kerja
perangkat daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Pembentukan perangkat daerah bagi daerah yang ditetapkan
sebagai daerah istimewa dan daerah otonomi khusus secara
umum berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini, sedangkan
untuk perangkat daerah lainnya dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi dalam kedudukannya sebagai daerah istimewa
dan otonomi khusus disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik dari segi jumlah dan jenis perangkat daerah dengan
berpedoman pada peraturan Menteri.
Pasal 45 . . .
- 16 -
Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tugas dan fungsi sebagai
pelaksanaan peraturan perundang-undangan” adalah tugas
dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan selain tugas dan
fungsi perangkat daerah tetapi harus dilaksanakan oleh
pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundangundangan,
misalnya sekretariat komisi penyiaran, sekretariat
badan narkoba.
Yang dimaksud dengan “tugas pemerintahan umum lainnya”
adalah penyelenggaraan tugas pemerintahan yang perlu
ditangani oleh pemerintah daerah sesuai dengan
karakteristik daerah, misalnya penanganan perbatasan, kerja
sama antardaerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Pejabat strukutural eselon IIIa pada semua satuan kerja
perangkat daerah sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan,
apabila dimutasikan menjadi kepala bidang pada dinas/badan
pada perangkat daerah kabupaten/kota tetap diberikan hak
kepegawaian dan hak administrasi lainnya dalam jabatan
struktural eselon IIIa.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50 . . .
- 17 -
Pasal 50
Ayat (1)
Perangkat daerah yang dapat didukung oleh jabatan
fungsional seperti jabatan fungsional auditor pada
inspektorat, jabatan fungsional perencana pada badan
perencanaan pembangunan daerah, jabatan fungsional
pustakawan pada badan/kantor perpustakaan, jabatan
fungsional arsiparis pada badan/kantor arsip, jabatan
fungsional pranata komputer dan lain-lain, dilakukan
penyerasian dan rasionalisasi struktur organisasi dengan
menghapus dan atau mengurangi jabatan struktural pada
unit pelaksana.
Ayat (2)
Pelaksanaan penyerasian dan rasionalisasi dimaksud dalam
hal ini adalah bahwa pembina jabatan fungsional dapat
menetapkan program impassing sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4741

Label: